Procrastinate

It’s been a while since I last visited this blog, and I’m unsure if there have been previous posts on this topic. Nevertheless, based on recent experiences, I’d like to share my insights.

I’m currently enrolled in a Certification Course closely related to my job. However, I’ve struggled to find the motivation to see it through. The course is conducted in English, which is not my native language, and it’s quite demanding. The path from start to finish seems unclear.

This has led me to procrastinate on my course activities, but warnings to complete it have finally pushed me to cram all the material in a short, painful burst. Surprisingly, this last-minute effort propelled my progress.

This experience made me curious about procrastination. Studies suggest it may not be the primary cause of our failures but rather a symptom of deeper issues. Procrastination can hinder our success. Some studies, including one from AsapScience [1] and an article from McLean Hospital [2], show that procrastination arises when the rewards of a task seem distant, leading us to focus on the stress and burden rather than the benefits.

I’m currently exploring solutions to this procrastination challenge based on these sources and will share them once I have them.

Reference:

[1] AsapScience. (2012, September 19). The Science of Procrastination – And How To Manage It [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=1nBwfZZvjKo&ab_channel=AmericanPsychologicalAssociation

[2] McLean Hospital. (2022, December 4). Why You Put Things Off Until the Last Minute?  https://www.mcleanhospital.org/. https://www.mcleanhospital.org/essential/procrastination#

Thoroughly

“If you plan to fly a plane, don’t forget to learn how to land.”

The wisdom from this quote somehow become more prominent these days for me personally. This saying simply remind us to be thorough from start to finish. Understanding that every act you do, every plan you made must be thorough. Understand every bits of the process and the act of our activities, our plan and also the “exit strategy”

Know when and how to stop. Know what will we do if everything goes derailed.

Many people who are being clouded, either by greed or by fear, by optimism or by pessimism, rarely made this kind of act. Being thorough and being conscientious. Many who fail to see this fails to reap what they intend to sow in the first place

“Fail to plan means planning to fail”

My fellow readers, being conscientious means we do our homework (due diligence), made a plan, evaluating it regularly, and also have an “exit strategy.” Many of us learn it the hard way. When life hits us with the brick, suddenly we understand it.

So please bear in mind and our heart about this

If this world is not our world…

Recently I got captivated with a genre in my daily manga reading. Isekai (()()) or loosely translated as “parallel universe”. Honestly, I don’t know since when this genre got its position like now (even some manhua and some manhwa also try to exploit this genre to gain the attention from the crowd) but from what I can infer, this genre already has its own seat.

For those of you who are not quite familiar with this genre, this genre mainly set around the condition where MC (main character) being summoned to another parallel universe where the MC not really accustomed to. Mainly, this parallel universe involve some game mechanism in which there is some leveling, attributes arrangement and magic system exist.

But the catch is here. Most of them will be able to go back to their existing world after they able to finish their main task (main quest) in this new world.

Now, I just ponder, if I ever being transporter into another world, what kind of world would I like being summoned into? What skill I’d like to have? And what kind of life i want to be there? How about you?

Starting Again

How to eat an elephant? One bite at a time

Ever heard about this famous saying? It is one of my favorite. So simple and straight forward. It has its own “chilling” sensation whenever I heard it over and over again

Every big leap started with a small step and mostly the first step is the hardest one (having experienced it first hand). After doing some research and formulating my easy-how-to-start cheap tricks, I found some solutions that also might for you guys, which are:

  1. Set your mood. It is important. Avoid any negativities. Facing everything with optimism outlook
  2. Just Do it. Believe it or not, the first 15 minutes is the hardest part. Just stick with it and after that, you will easily go into “flow state” mode
  3. Try to plan your activities. Also, divide them into small chunks. Having a more attainable target could diminish the “bad vibe” we usually facing every time we want to do our activities. Thus, it will help us avoiding procrastination.
  4. Try to avoid any distractions. A small distraction is as annoying as a big distraction. So it is better if we set up our environment so that we won’t easily be distracted.

These list might or might not works like a charm for you. It would be better if you also find your own formula and work your way through it. Don’t forget to share whatever you found because sharing is caring.

Bukan Hanya Cari Pengalaman

Beberapa tahun belakangan ini saya lagi gemar-gemarnya bermain bola basket. Mulai dari bermain dengan kolega hingga menyaksikan berbagai kompetisi lokal (IBL, DBL etc.), kompetisi luar negeri (NBA, ABL), sejarahnya bahkan sampai mulai sering-sering lihat sneaker yang mulai booming lagi semester 2 tahun 2019 (entah kenapa basket erat dengan mode sepatu).

Salah satu yang sering saya lakukan untuk “memuaskan” hobi saya sekarang soal basket adalah berselancar di instagram dan mengikuti beberapa akun yang gemar membahas basket.

Salah satunya adalah @mysneakersdiary (inactive for now. don’t know why)

Pemilik akun ini – menurut informasi yang saya tahu – adalah seorang dokter yang berkutat pada perkembangan psikomotorik atlet-atlet terutama atlet basket mulai dari teknik-teknik dasar, strategi permainan, pola nutrisi hingga proses pemulihan mereka setiap selesai kompetisi. Jujur, saya salut dengan beliau.

Pertama, dia bisa melihat pasar yang  bisa menyalurkan hobinya sekaligus memberikan penghasilan. Ikigai. Ini berarti kecerdikan, kelihaian dan keberuntungan saling berkolaborasi memberikan hasil. Ingat, memiliki pekerjaan sesuai hobi, kemampuan dan passion itu cukup sukar.

Kedua, dokter ini beserta timnya membina secara khusus atlet-atlet  basket profesional Indonesia pilihan mereka dan mengikuti perkembangannya mereka secara serius (bisa dilihat di post IG mereka) dan bahkan tidak sedikit dari mereka yang infonya disponsori (yah walaupun setahu saya bentuknya kebanyakan pemberian sneaker yang bagus-bagus. Mungkin ada yang lainnya lagi tapi saya ga tahu juga).

Salah satu postingannya baru-baru ini menuliskan caption “…tujuan uji coba adalah untuk mengevaluasi apakah atlet bisa mengeksekusi misi yang diberikan dan bukan sekedar menggunakan waktu dan energi untuk cari pengalaman yang abstrak…”. Sedikit konteks disini, pada perhelatan Piala Presiden 2019 (kompetisi bola basket nasional) kemarin, ada beberapa atlet binaan mereka yang dilihat perkembangannya pada kompetisi ini. Yang menarik adalah, atlet binaan ini diberikan target pada kompetisi tersebut untuk mengukur perkembangan mereka. Selain itu teknik dasar dan positioning yang sudah dilatih sebelumnya akan dievaluasi secara menyeluruh selama pertandingan.

Ini yang sering kita lupakan.

Termasuk saya.

Banyak dari kita mengikuti kompetisi atau bekerja dalamn suatu tim untuk mencari jam terbang. Apakah ini salah? Tidak. Tapi kita kerap lupa bahwa selama perjalanan kita tersebut, ada satu hal yang harus kita lakukan juga. Mengukur progress kita sendiri.

Semua hal yang pernah kita pelajari dan latih akan dipakai di dunia nyata. Disini, metrik memiliki peranan penting. Kita hanya bisa mengukur progess apabila kita telah menentukan apa saja indikator kemajuan kita. Penyematan nilai atau kualitas yang harus dicapai pada setiap indikator tersebut dinamakan metrik. Ketika metrik sudah ada, maka kita tahu apa yang harus dicapai dan menjadi fokus kita untuk dikembangkan sembari kita berusaha menambah jam terbang kita.

So dont waste your time. Start here, start now and start simple.

World’s Wisest

Many time we try to conquer something outside of us, either by understanding it wholly or by occupied/controlling it in submissive manner or occupy it for our own benefits. To achieve such feat, much time we spent for those cause.

But in the end, the thing we should be aware should be ourselves. Our dream, our emotion, our vision, our mission and many things about us. We should care it a lot, understand it a lot and in the end it could help us shape the world around us. Achieving our greatness.

Ideologi, Depresi dan Kritik

Salah satu kebiasaan saya ketika stress kerja adalah membuka facebook untuk mencari situs-situs yang bisa memberi pandangan atau pencerahan baru. Sebenarnya metode ini kurang tepat karena justru menambah kerumitan yang ada di kepala namun terkadang karena saya gak bisa jalan kemana-mana kayak kakek Charles Darwin yang bisa jalan-jalan pas lagi suntuk kerja, saya keseringan buka artikel-artikel baru di situs yang aneh-aneh. Salah satunya adalah ini.

Lucu sekali karena istilah-istilah yang dipakai oleh penulis dalam artikel tersebut sebenarnya tidak asing dan bahkan sudah lama berada di Indonesia. Mungkin istilahnya cukup asing, namun cara pandang neoliberalisme dan meritokrasi sebenarnya sudah lama bercokol di Indonesia terutama pada kota-kota besarnya. Hal ini bisa dilihat dari kecenderungan orang yang mengukur segala sesuatu dengan satuan uang dan ternyata, menurut penulis artikel tersebut, ternyata ideologi yang agak “logis dan matematis” seperti ini menimbulkan masalah kejiwaan di generasi muda sekarang ini. Tendensi depresi yang bermula dari penilaian diri yang tidak sehat. Lebih lengkapnya bagaimana korelasi dari ideologi tersebut kepada penyakit kejiwaan bisa dilihat pada artikel tersebut.

Salah satu yang membuat saya tertegun adalah ternyata ideologi ini juga saya pakai di dalam kehidupan saya sehari-hari terutama ketika mendapatkan kritik. Salah satu hal yang paling mengerikan yang saya pernah lakukan ketika menerima kritik adalah bersifat defensif dan kemudian menyalahkan diri saya atas kritik tersebut. Nampaknya hal ini harus diperbaiki. Mungkin para pembaca yang budiman memiliki saran atau pandangan tersendiri?

If I Can Turn Back Time…

No, it is not the lyric from that song.

It is just some random question I often think for myself, and throws to my colleagues, just to evaluate what is my biggest regret so far. And also what are the things my friend want to change if they have the chance.

I do believe that overtime people will change, for better or for worse. The wisdom, the understanding accrued through their lifetime will make their mind shifted. Their worldview change, their value will change, what they dear most will change, etc. It is just interesting to follow up what things that actually change and how, if I may put it poetically, life change them.

But I come into an understanding, that if you really want to know what are the best thing you should pursue, what are the value you should honor, maybe you should ask the senior citizen. I do believe that you at least can summarize the thing considered important.

Dedicating The Time

Just a few moments ago I caught my self this self-educating video from Ted Ed Channel on Youtube about how to practice effectively. Well, since I am quite novice about the topic discussed, I just presume that mostly what the video tell to us true. If you watch it you can learn the technique how to practice effectively such as start slowly but steadily increase the resistance, break the time of your practice into several slots of time so you can rest a bit (it work though. Have tried it), and imagine it vividly in your mind whatever you do.

Well to be honest, I’ve watched the video before. But somehow I skipped some precious information. It says, and if I may quote, “Studies have shown that many top athletes, musicians and dancers spend 50-60 hours per week on activities related to their craft…”. Well normally people will spend at least 40 hours per week working and if you had any other interest beside works, which you excellent at and you got paid for it, I just imagine would you sacrifice your spare time to do that?

I am a big believer that if you want to be pro at something, want to be excellent at something, you HAD TO SPENT TIME TO PRACTICING THAT. Take my life for example. Currently I am taking another weekend class to obtain master degree on Strategic Management while I am working in the same cities. I thought that it will be my greatest move since it is really hard to obtain such opportunities in my line of work (working on the mainland close to quite distinguished University in Indonesia) But somehow I rarely set some time for learning. In the end here I am, struggling with my thesis. Even until this time I rarely set time working on my thesis.

So, fellow, if you ever slightly thinking about obtaining some new skill or set of skill or set of knowledge, I think it would be wise to questioning yourself these two questions first:

Do I have time for that?

and

Do I willingly set aside some of my time for that?

What’s the question?

Gak bisa dipungkiri lagi, internet saat ini menjadi sumber ketertarikan utama seluruh umat manusia di dunia. Jujur dari pengalaman pribadi, sekalinya orang pernah ngerasain yang namanya internet maka orang itu hampir pasti bakalan pengen lagi dan lagi bisa bergaul dengan yang namanya internet.

Kalau dipikir-pikir apa sih yang buat orang jadi gemar dengan internet? Well, kalau berdasarkan informasi yang gw baca dan hasil dari searchingsearching dari internet, juga, yang menjadi daya tarik paling besar dari internet adalah “informasi baru” yang dia tawarkan. Atau dalam bahasa Inggris di ucapkan “the novelty it present to us”.

Novelty atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai sesuatu yang bersifat baru, entah itu barang nyata atau barang maya (informasi, metode, sistem, jejaring), merupakan salah satu hal favorit manusia di dalam hidup ini selain dorongan primitif lain manusia untuk mempertahankan hidup (seks, makan dan minum, istirahat) karena dipercaya manusia juga mempertahankan hidupnya berdasarkan hal ini. Contoh paling mudah adalah manusia sangat menghargai adanya sumber pendapatan yang baru dan juga area kekuasaan yang baru (extension of  their comfort zone)  karena mereka merasa lebih aman dengan kelangsungan hidupnya. Karena kemampuannya untuk menghadirkan hal-hal yang baru tersebut, maka internet sangat amat digandrungi oleh banyak orang dewasa ini terutama bagi yang pernah mencicipinya dan pasti kalian yakin pernah ngeliat orang yang merangsa nelangsa dan galau tak berkesudahan karena internetnya mati.

Namun, hampir sama dengan semua teknologi yang pernah muncul di dunia ini, internet selain memiliki kegunaan bagi manusia juga memiliki dampak buruk bagi manusia. Mulai dari kecanduan, informasi yang berlebihan dan juga kenyataan yang semu yang membuat orang tidak tertarik lagi dengan dunia nyata. Salah satu hal yang menurut gw cukup membuat masalah dari internet adalah banjirnya informasi. Kalau kita misalkan informasi itu setetes embun maka internet itu layaknya keran yang aksesnya ke lautan. Banyak sekali informasi, mulai dari yang penting hingga tidak penting, yang kita cari sampai yang kita tidak cari, bisa didapatkan di internet. Ini gak bagus buat para penggunanya. Kenapa? well yang pertama adalah informasi yang gak berguna ini menjadi sampah bagi kita dan tentu akan menghabiskan waktu kita untuk menelannya. Namun yang lebih parah adalah apabila ternyata informasi ini membanjiri otak kita, maka hampir tidak ada tempat lagi untuk otak kita mengambil dan menampung informasi baru yang lebih penting.

Untuk mengatasi salah satu trik yang biasa gw pakai ketika mulai menjelajah dunia internet adalah mencoba membuat pertanyaan sebelum nanti terikat dengan semua yang ditawarkan internet. Pertanyaannya biasanya cukup simpel seperti:

  • Apa ini berkaitan dengan value yang gw pegang?
  • Ini ada gak dengan permasalahan gw hadapi sekarang?
  • Siapa yang nulis atau dari mana informasinya? Reliable kah?
  • Apa yang dikatakan tentang dunia dari informasi ini?
  • Bisa gak ini dicerna saat ini
  • etc

Nah ketika kita sudah mempunyai pertanyaan di atas, umumnya kita dapat menentukan apakah informasi ini penting atau tidak dan juga kita fokus pada bagian apa dari informasi ini. Dengan demikian kita dapat menghemat waktu mencerna informasi tersebut dan juga meningkatkan efisiensi penggunaan kapasitas otak dan energi kita untuk informasi jangka pendek maupun jangka panjang untuk kita. Lalu melatih otak untuk memiliki perbendaharaan pertanyaan tersebut bagaimana? Gampang-gampang susah sih. Intinya banyak membaca diwaktu luang, berinteraksi dengan orang lain, paparkan diri dengan hal baru dan gali semua nilai (merefleksikan) yang dapat kamu ambil dari semua hal tersebut. Nanti lama kelamaan perbendaharaan pertanyaannya juga pasti akan bertambah banyak dan semakin matang juga penilaian kita.